Selasa, 21 Agustus 2018

Pendidikan Alternatif

Pendidikan Informal dan Non-formal sebagai Alternatif Sekolah
Pendidikan informal dan non-formal sering disebut juga pendidikan alternatif karena dikembangkan berdasarkan kerangka

berfikir dan pendekatan-pendekatan yang berbeda dari sekolah (formal).

Pendidikan alternatif sebenarnya memiliki potensi besar untuk berkontribusi pada peningkatan akses pendidikan maupun

kualitas pendidikan. Sayangnya strategi pengembangan pendidikan di Indonesia sangat menggantungkan diri pada pendidikan formal (sekolah).



Alih-alih memanfaatkan potensi dan keterlibatan masyarakat melalui pendidikan informal & non-formal, pemerintah lebih

sering mempersulit pengembangan pendidikan alternatif di luar jalur sekolah. Bahkan, strategi pengembangan pendidikan

cenderung mengkooptasi pendidikan informal dan non-formal ke dalam pendidikan formal sehingga pendidikan alternatif

kehilangan kekhasan dan solusi uniknya karena semuanya diarahkan ke standardisasi ala pendidikan formal (sekolah).

Sebagai contoh, pendidikan non-formal seperti PKBM tetap disyaratkan bangunan seperti ruang kelas, materi belajar dan

proses belajar yang tak ada bedanya dengan sekolah. Persyaratannya memang lebih longgar daripada sekolah, tetapi

substansinya tetap saja sama seperti sekolah.

Demikian pun, model sekolah alternatif seperti sekolah alam atau sekolah-sekolah alternatif lainnya tak bisa berkembang

karena semuanya harus mengacu pada standar-standar sekolah yang harus diikuti secara kaku.

Hal yang lebih parah terjadi pada pendidikan rumah (home education) yang populer dengan sebutan homeschooling.

Homeschooling yang merupakan pendidikan berbasis keluarga banyak kehilangan fleksibilitasnya karena dipersyaratkan untuk

bergabung dengan lembaga non-formal dan membuat rapor yang tak berbeda dengan sekolah agar bisa mengikuti ujian

kesetaraan.

Potensi Pendidikan Alternatif
Padahal, pendidikan informal dan non-formal adalah wadah untuk pengembangan pendidikan alternatif yang berbeda dengan

pendidikan formal.

Melalui pendidikan informal dan non-formal yang memiliki struktur yang lebih longgar dan lentur daripada sekolah, berbagai

inisiatif masyarakat dapat diwadahi dan difasilitasi.

Setidaknya ada 3 keuntungan yang diperoleh negara jika pemerintah mau mengembangkan strategi pendidikan yang tak hanya

bergantung pada sekolah (pendidikan formal), tetapi juga mendorong perkembangan pendidikan alternatif.

a. Partisipasi Masyarakat
Keterbukaan dan dukungan terhadap pendidikan alternatif berarti memperluas akses partisipasi masyarakat dalam pendidikan.

Keterlibatan aktif masyarakat adalah kontribusi yang bernilai sangat positif. Masyarakat yang adaptif dan solutif dapat

menjadi modal besar bagi negara yang harus difasilitasi, bukan justru diredam dan dikerdilkan.

b. Perluasan Akses Pendidikan
Dengan model pendidikan alternatif yang tak terlalu rigid dalam standardisasi isi dan proses, masyarakat bisa

berpartisipasi aktif untuk mencari solusi-solusi kreatif untuk masalah-masalah pendidikan yang tak bisa ditangani dengan

solusi tunggal dan terpusat sebagaimana yang ada pada saat ini.

Sekolah pemulung, sekolah pekerja migran, sekolah nelayan, sekoah berbasis teknologi, dan aneka bentuk sekolah yang tidak

standar dapat dibangun untuk menjadi solusi masyarakat yang bisa menjadi pengganti sekolah formal.

c. Katarsis Sosial
Tak dapat dipungkiri, praktek penyelenggaraan sekolah sering memunculkan problem-problem di lapangan seperti bullying,

peer pressure, atau kasus-kasus sporadis yang berdampak traumatik bagi siswa.

Dalam kasus berbeda, model sekolah yang sangat mengunggulkan aspek akademis (kecerdasan logis, matematis, dan bahasa) tak

selalu tepat untuk anak-anak yang memiliki jenis kecerdasan yang berbeda, seperti atlet & penari (kecerdasan kinestetis),

pemusik (kecerdasan musikal), komikus & sineas (kecerdasan visual), penjelajah alam (kecerdasan naturalis), dan lain-lain.

Belum lagi anak-anak yang memiliki kekhasan seperti slow-learner, gifted, dan sebagainya.

Anak-anak semacam ini lebih dapat berkembang jika berada di lingkungan pendidikan yang sesuai bagi mereka. Memaksa anak-

anak ini untuk berada di sekolah formal bukan hanya mematikan potensi mereka, tetapi juga menghalangi hak mereka untuk

mendapatkan pendidikan layak sebagaimana yang diamanatkan Undang-undang.

d. Peluang Inovasi & Peningkatan Kualitas Pendidikan
Pendidikan alternatif adalah ruang yang sangat dibutuhkan jika negara ingin menghasilkan aneka kreativitas dan inovasi

dalam pendidikan. Inovasi-inovasi pendidikan seperti sekolah berbasis iPad seperti di Belanda, sekolah Montessori, sekolah

Reggio Emilia, Barefoot College, sekolah alam, dan aneka inovasi pendidikan lainnya tak mungkin terwujud kalau pemerintah

hanya mengandalkan strategi sekolah yang berpegangan secara kaku pada standar-standar yang telah ditetapkan.



Strategi Pendidikan Inklusif
Untuk mendapatkan manfaat dari pendidikan alternatif dan inisiatif masyarakat, ada beberapa hal yang dapat dilakukan

pemerintah:

a. Demokratisasi pendidikan
Pendidikan tak boleh hanya menjadi domain pemerintah dan strategi pendidikan tak boleh menjadi Jakarta-sentris, tetapi

dilonggarkan untuk membuka partisipasi masyarakat bukan hanya pada tingkat pelaksana kebijakan pemerintah, tetapi juga

pada tingkat-tingkat yang lebih strategis.

b. Pergeseran Paradigma dari Kontrol menjadi Pelayanan
Menurut Prof. Dr. Yusufhadi Miarso, MSc, strategi pendidikan nasional saat ini sangat menekankan pada kontrol, yang

ditunjukkan dengan berbagai indikator seperti: kurikulum nasional yang kaku dan sarat, pengadaan buku dan bahan belajar

lain yang diselenggarakan oleh pusat, evaluasi hasil belajar secara nasional yang dselenggarakan serentak dan baku,

pemusatan kewenangan dalam hampir segala hal tanpa pendelegasian yang berarti, dan peranan guru yang dominan sebagai

otoritas yang harus diikuti oleh siswa.

Paradigma ini harus digeser menjadi pelayanan yang berfokus pada penghadiran pengalaman belajar anak yang memiliki

implikasi peran pemerintah lebih pada penyediaan sarana dan sumber daya bagi beragam siswa sehingga mereka bisa

mendapatkan pengalaman belajar yang berkualitas unggul.

c. Pendidikan Informal & Non-formal yang Bermartabat
Alih-alih menjadikan pendidikan informal dan non-formal hanya sebagai pelengkap, yang bahkan seringkali dipandang dengan

curiga, pemerintah perlu menempatkan pendidikan informal dan non-formal sebagai partner setara pendidikan formal

(sekolah), yang strategi pengembangannya dilakukan secara sadar dan terencana.

Bukan hanya menjadi pelengkap pendidikan formal (sekolah), pendidikan informal dan non-formal bahkan bisa menjadi

pengganti pendidikan formal (sekolah) sebagaimana diamanatkan oleh UU Sisdiknas bahwa pendidikan non-formal adalah layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung

pendidikan sepanjang hayat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar