Pendidikan Informal dan Non-formal sebagai Alternatif Sekolah
Pendidikan informal dan non-formal sering disebut juga pendidikan alternatif karena dikembangkan berdasarkan kerangka
berfikir dan pendekatan-pendekatan yang berbeda dari sekolah (formal).
Pendidikan alternatif sebenarnya memiliki potensi besar untuk berkontribusi pada peningkatan akses pendidikan maupun
kualitas pendidikan. Sayangnya strategi pengembangan pendidikan di Indonesia sangat menggantungkan diri pada pendidikan formal (sekolah).
Alih-alih memanfaatkan potensi dan keterlibatan masyarakat melalui pendidikan informal & non-formal, pemerintah lebih
sering mempersulit pengembangan pendidikan alternatif di luar jalur sekolah. Bahkan, strategi pengembangan pendidikan
cenderung mengkooptasi pendidikan informal dan non-formal ke dalam pendidikan formal sehingga pendidikan alternatif
kehilangan kekhasan dan solusi uniknya karena semuanya diarahkan ke standardisasi ala pendidikan formal (sekolah).
Sebagai contoh, pendidikan non-formal seperti PKBM tetap disyaratkan bangunan seperti ruang kelas, materi belajar dan
proses belajar yang tak ada bedanya dengan sekolah. Persyaratannya memang lebih longgar daripada sekolah, tetapi
substansinya tetap saja sama seperti sekolah.
Demikian pun, model sekolah alternatif seperti sekolah alam atau sekolah-sekolah alternatif lainnya tak bisa berkembang
karena semuanya harus mengacu pada standar-standar sekolah yang harus diikuti secara kaku.
Hal yang lebih parah terjadi pada pendidikan rumah (home education) yang populer dengan sebutan homeschooling.
Homeschooling yang merupakan pendidikan berbasis keluarga banyak kehilangan fleksibilitasnya karena dipersyaratkan untuk
bergabung dengan lembaga non-formal dan membuat rapor yang tak berbeda dengan sekolah agar bisa mengikuti ujian
kesetaraan.
Potensi Pendidikan Alternatif
Padahal, pendidikan informal dan non-formal adalah wadah untuk pengembangan pendidikan alternatif yang berbeda dengan
pendidikan formal.
Melalui pendidikan informal dan non-formal yang memiliki struktur yang lebih longgar dan lentur daripada sekolah, berbagai
inisiatif masyarakat dapat diwadahi dan difasilitasi.
Setidaknya ada 3 keuntungan yang diperoleh negara jika pemerintah mau mengembangkan strategi pendidikan yang tak hanya
bergantung pada sekolah (pendidikan formal), tetapi juga mendorong perkembangan pendidikan alternatif.
a. Partisipasi Masyarakat
Keterbukaan dan dukungan terhadap pendidikan alternatif berarti memperluas akses partisipasi masyarakat dalam pendidikan.
Keterlibatan aktif masyarakat adalah kontribusi yang bernilai sangat positif. Masyarakat yang adaptif dan solutif dapat
menjadi modal besar bagi negara yang harus difasilitasi, bukan justru diredam dan dikerdilkan.
b. Perluasan Akses Pendidikan
Dengan model pendidikan alternatif yang tak terlalu rigid dalam standardisasi isi dan proses, masyarakat bisa
berpartisipasi aktif untuk mencari solusi-solusi kreatif untuk masalah-masalah pendidikan yang tak bisa ditangani dengan
solusi tunggal dan terpusat sebagaimana yang ada pada saat ini.
Sekolah pemulung, sekolah pekerja migran, sekolah nelayan, sekoah berbasis teknologi, dan aneka bentuk sekolah yang tidak
standar dapat dibangun untuk menjadi solusi masyarakat yang bisa menjadi pengganti sekolah formal.
c. Katarsis Sosial
Tak dapat dipungkiri, praktek penyelenggaraan sekolah sering memunculkan problem-problem di lapangan seperti bullying,
peer pressure, atau kasus-kasus sporadis yang berdampak traumatik bagi siswa.
Dalam kasus berbeda, model sekolah yang sangat mengunggulkan aspek akademis (kecerdasan logis, matematis, dan bahasa) tak
selalu tepat untuk anak-anak yang memiliki jenis kecerdasan yang berbeda, seperti atlet & penari (kecerdasan kinestetis),
pemusik (kecerdasan musikal), komikus & sineas (kecerdasan visual), penjelajah alam (kecerdasan naturalis), dan lain-lain.
Belum lagi anak-anak yang memiliki kekhasan seperti slow-learner, gifted, dan sebagainya.
Anak-anak semacam ini lebih dapat berkembang jika berada di lingkungan pendidikan yang sesuai bagi mereka. Memaksa anak-
anak ini untuk berada di sekolah formal bukan hanya mematikan potensi mereka, tetapi juga menghalangi hak mereka untuk
mendapatkan pendidikan layak sebagaimana yang diamanatkan Undang-undang.
d. Peluang Inovasi & Peningkatan Kualitas Pendidikan
Pendidikan alternatif adalah ruang yang sangat dibutuhkan jika negara ingin menghasilkan aneka kreativitas dan inovasi
dalam pendidikan. Inovasi-inovasi pendidikan seperti sekolah berbasis iPad seperti di Belanda, sekolah Montessori, sekolah
Reggio Emilia, Barefoot College, sekolah alam, dan aneka inovasi pendidikan lainnya tak mungkin terwujud kalau pemerintah
hanya mengandalkan strategi sekolah yang berpegangan secara kaku pada standar-standar yang telah ditetapkan.
Strategi Pendidikan Inklusif
Untuk mendapatkan manfaat dari pendidikan alternatif dan inisiatif masyarakat, ada beberapa hal yang dapat dilakukan
pemerintah:
a. Demokratisasi pendidikan
Pendidikan tak boleh hanya menjadi domain pemerintah dan strategi pendidikan tak boleh menjadi Jakarta-sentris, tetapi
dilonggarkan untuk membuka partisipasi masyarakat bukan hanya pada tingkat pelaksana kebijakan pemerintah, tetapi juga
pada tingkat-tingkat yang lebih strategis.
b. Pergeseran Paradigma dari Kontrol menjadi Pelayanan
Menurut Prof. Dr. Yusufhadi Miarso, MSc, strategi pendidikan nasional saat ini sangat menekankan pada kontrol, yang
ditunjukkan dengan berbagai indikator seperti: kurikulum nasional yang kaku dan sarat, pengadaan buku dan bahan belajar
lain yang diselenggarakan oleh pusat, evaluasi hasil belajar secara nasional yang dselenggarakan serentak dan baku,
pemusatan kewenangan dalam hampir segala hal tanpa pendelegasian yang berarti, dan peranan guru yang dominan sebagai
otoritas yang harus diikuti oleh siswa.
Paradigma ini harus digeser menjadi pelayanan yang berfokus pada penghadiran pengalaman belajar anak yang memiliki
implikasi peran pemerintah lebih pada penyediaan sarana dan sumber daya bagi beragam siswa sehingga mereka bisa
mendapatkan pengalaman belajar yang berkualitas unggul.
c. Pendidikan Informal & Non-formal yang Bermartabat
Alih-alih menjadikan pendidikan informal dan non-formal hanya sebagai pelengkap, yang bahkan seringkali dipandang dengan
curiga, pemerintah perlu menempatkan pendidikan informal dan non-formal sebagai partner setara pendidikan formal
(sekolah), yang strategi pengembangannya dilakukan secara sadar dan terencana.
Bukan hanya menjadi pelengkap pendidikan formal (sekolah), pendidikan informal dan non-formal bahkan bisa menjadi
pengganti pendidikan formal (sekolah) sebagaimana diamanatkan oleh UU Sisdiknas bahwa pendidikan non-formal adalah layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung
pendidikan sepanjang hayat.
Selasa, 21 Agustus 2018
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) SUMBER ILMU KEPANJEN NILEM : P9908319 Jl. Yos Sudarso Desa Mangunrejo Kecamatan Kepanjen ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar